Wednesday, June 13, 2007

Motor Revolusi Gaya Hidup Starbucks

sejatinya, Howard Schultz bukanlah pendiri kedai kopi terkemuka, starbucks. Namun, sejak kedai itu dikuasainya, Starbucks menggurita menjadi perusahaan multinasional bernilai 29 milyar dolar AS. Starbucks, saat ini bukan hanya warung yang menawarkan minuman kopi, melainkan sebuah gaya hidup sendiri.

Bagi schultz sendiri, nama Starbucks sudah lama akbrab di telinganya. Tetapi ia sendiri baru mencoba menyeruput cairan kental beraroma nikmat yang mengepul dari uap kopi panas itu baru tahun 1981. Itu pun harus dengan 'perjuangan'. Schultz yang penasaran dengan teman-teman kerjanya di Hammarplast yang kerap menyebut Starbucks, harus terbang dari New York ke Seattle. Hanya lewat jalan itu cerita tentang kopi kental nan hangat nikmat itu ia buktikan.

Tak hanya jatuh cinta dengan rasa dan aroma Starbucks. Schultz juga terpesona akan bisnis kedai kopi, meracik kopi. Lahir 19 Juli 1953 di Brooklyn, New York, AS, Schultz kecil tumbuh di proyek perumahan bersubsidi. Selepas kuliah, ia pernah mencoba berbagai jenis pekerjaan, hingga tersangkut sebagai manajer operasional Hammarplast. Namun tekad Schultz untuk bergabung dengan Starbucks tetap menyala kuat. Hanya perlu satu tahun baginya untuk menyakinkan pemilik kedai kopi itu hingga mau mengontraknya.

Begitu direktur, Schultz langsung dipercaya menjadi direktur pemasaran dan operasional. Perubahan saat ia melancong ke Italia. Disana ia menemukan, kedai-kedai kopi yang ada juga menyediakan ruang untuk rapat dan kumpul-kumpul. Saat pulang ke Seattle, benak Schultz penuh dengan ide. Sayang, respon tak acuh pemilik Starbucks sempat membuatnya frustasi.

Ia pun langsung mundur. Untuk mewujudkan imiannya, dibangunnya kedai kopi sendiri,
II Giornale. Tak sangka, warkop itu sukses besar. Schultz bahkan hanya perlu satu tahun untuk mengambil alih kepemilikan Starbucks dengan harga 3,8 juta dollar AS. Dibawah kendalinya, Starbucks tumbuh cepat pada era 1990-an. Namun ia hanya membebani karyawan dengan 20 jam hari kerja per pekan, serta kesempatan memiliki saham. Ajaib, langkah itu kontan meningkatkan loyalitas para pegawai.

Schultz terang-terangan menerapkan startegi McDonald's dalam mengembangkan bisnis. Bedanya, McDonald's berkembang lewat waralaba, sementara kedai-kedai kopi yang terserak di berbagai negara itu dimiliki Starbucks. Saat ini, tak kurang dari 4000 gerai Starbucks tersebar di 25 negara, melayani 15 juta pembeli sepekan.



NB: informasi dari koran Republika